Tuesday, July 26, 2016

Berkat & Kutukan Terbesar Parenting

Di sebuah kantin sekolah dasar yang cukup ternama itu tampak berbagai macam aktifitas terjadi di dalam kantin tersebut. Hiruk pikuk suara anak-anak yang habis berolahraga berteriak dengan sekuat tenaga mereka, untuk berjuang membeli nasi gorengan ayam kesukaan mereka yang selalu habis dibeli anak-anak yang beruntung sebelum jam makan siang. Tetapi yang menarik dari pemandangan itu bukanlah keluwesan anak-anak untuk saling berebut membeli nasi ayam itu. Tepat di samping kiri dari jendela kantin yang diperuntukkan untuk menjual makanan itu, tampak 4 orang ibu-ibu sedang duduk berbincang dengan peluh berkeringat dan sambil masing-masing menikmati es teh tawar di gelas plastiknya. 4 orang ibu-ibu ini ternyata sedang "mendiskusikan" mengenai anak-anak mereka. Pembicaraan mereka kurang lebih berlangsung seperti ini. Ibu 1: "Eh tahu nga. Saya kagum banget loh sama anak saya. Bayangin aja. Anton dari semenjak kecil sudah di les kan piano oleh kami, dan pas ultah ke 9 nya, Anton berhasil menjadi salah satu murid termuda yayasan musik itu. Saya dan suami , walaupun tidak bisa bermain musik, dari dulu memang berpendapat bahwa anak harus dipastikan belajar piano dari kecil agar otaknya lebih bisa berkembang dan menjadi lebih kreatif." Ibu 2: "Wah hebat kali anakmu Anton. Anak saya Ika juga tidak kalah hebat loh. Dia mulai ikutin jejak saya sebagai seorang pesenam dari umur 5 tahun. Hampir setiap hari semenjak dia berumur 4 tahun, dia ikut terus dengan saya ke tempat senam dan melihat kami semua berlatih. Ika pada awalnya menolak mati-matian untuk belajar dan selalu mencoba untuk berontak lari. Tetapi dengan jalannya waktu, akhirnya dia mau mencoba dan kemarin baru pertama kali mengikuti lomba senam dan akhirnya menjadi juara 2 se DKI Jakarta. " Ibu 3:" Sebenarnya buat saya sendiri yang terpenting adalah anak saya jadi multi-talent. Punya banyak keahlian dimana nantinya apapun yang dia putuskan untuk kerjakan, sudah ada modal dasar keahliannya. Makanya si Bonar dari umur 2 tahun sudah kami masukkan dalam berbagai macam kursus dan kegiatan ekstra kurikuler. Ibu 4: "Wah hebat-hebat ya anak sekarang. Kalau buat saya malah simple. Saya ingin anak saya bisa menghargai kehidupan sungguh-sungguh dengan belajar dan bermain dengan maksimal. Saya ingin mereka punya karakter yang kuat dan bisa mandiri dan mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan eksplorasi terhadap pilihan-pilihan kehidupannya. Sehingga apapun keputusan yang dia ambil dalam hidupnya, dia punya drive dan ambisi yang kuat untuk menjadi sukses. Percakapan dari 4 ibu ini merupakan representasi dari kebanyakan pemikiran orang tua jaman sekarang. Ini merupakan perwakilan dari ambisi dan kebanggaan orang tua terhadap anak-anak mereka. Dimana perlu diingat betul bahwa kebanggaan dan ambisi kita sebagai orang tua adalah pedang bermata dua yang bisa menjadi berkat atau pendorong semangat terbesar untuk anak kita, atau malah menjadi kutuk yang menjerumuskan anak kita sendiri. Ibu 1 merupakan gambaran dari orang tua yang menjadikan anaknya sebagai perpanjangan tangan untuk mimpinya yang tidak tercapai dalam kehidupannya dulu. Orang tua yang seperti ini sangat sulit untuk melihat anaknya sebagai individu yang terpisah dari kepribadiannya sendiri. Perlu diingat sebagai orang tua bahwa setiap anak dilahirkan berbeda dan spesial dengan bakal, minat, dan kepribadiannya masing-masing, yang tentunya bisa sama sekali berbeda dengan orang tuanya. Biasanya yang terjadi adalah semakin besar mimpi atau hasrat orang tuanya yang tidak tercapai, semakin kuat dorongan dari orangtua agar anaknya bisa menghidupi mimpi orangtuanya yang tidak kesampaian itu. Padahal, sangat penting untuk di pahami bahwa anak itu adalah sebuah titipan bukan alat. Sedangkan Ibu 2 adalah gambaran orang tua yang terlalu percaya akan yang namanya legacy atau prinsip warisan. Orang tua yang seperti ini mempunyai pemahaman bahwa bakat, minat, dan kepribadian dari mereka sebagai orang tua bisa diturunkan kepada anak-anak mereka untuk melanjutkan kerajaan yang sudah dibangun. Seringkali ekspektasi seperti ini ditemukan pada keluarga dimana orangtuanya telah membangun sebuah reputasi yang mengagumkan berdasarkan kemampuan, bakat, ataupun kepribadian mereka. Mereka mampu membangun sebuah image atau kerajaan bisnis yang sedemikian rupa yg sangat melekat dengan keahlian mereka dan siapa mereka dimata masyarakat umum. Orang tua yang seperti ini terperangkap dengan anggapan bahwa,"kalau papa mama bisa, kamu pasti bisa nak!" Padahal setiap anak dikaruniakan bakat, minat, dan kepribadian yang berbeda-beda. Dan tidak tertutup kemungkinan bahwa perbedaaan ini sangatlah nyata dengan orang tua mereka masing-masing. Semua orang tua mempunyai harapan terbaik tentunya untuk anak-anak mereka. Tetapi kita harus bisa belajar menerima kenyataan bahwa pilihan studi, karir, ataupun jalan hidup anak-anak kita adalah misteri ilahi yang perlu kita telusuri bersama dengan anak-anak kita. Memang sangat tidak tertutup kemungkinan anak-anak kita mampu dan mau melanjutkan apa yang kita bangun. Akan tetapi kita harus benar-benar jujur, apakah kita memaksakan kehendak dan ambisi pribadi kita, atau kita menghargai dan ikut mempelajari bakat, minat, dan kepribadian mereka dengan seksama dari semenjak mereka kecil. Tipe Ibu 3 justru merupakan tipe orang tua yang kemungkinan besar mempunyai anak yang paling stress daripada anak-anak lain pada umumnya. Anak-anak yang multi-talent adalah anak-anak yang akan dikarunia banyaknya pilihan untuk berkarya dalam hidup ini. Akan tetapi , seperti yang kita ketahui, banyaknya pilihan, secara alam sadar akan membuat kita ataupun anak-anak kita, menjadi sangat sulit untuk memilih karir ataupun jalan hidup, karena akan sangat mudah sekali dibayang-bayangi dengan pertanyaan "What if". Apa jadinya kalau seandainya saya memilih jalan yang ini bukan yang itu? Apa jadinya kalau seandainya dulu saya teruskan untuk mencemplungkan diri di bidang itu bukan yang ini? Terlebih kalau seandainya orang tuanya yang selama ini sangat berperan dalam mengarahkan dan mengasah kemampuan anaknya tanpa benar-benar mencoba untuk memahami minat atau passion dari anak terebut. Memang diawal anak perlu dituntun, tetapi kita sebagai orangtua tidak boleh lupa bahwa seiring dengan perjalanan waktu, kita harus terus berdialog dengan anak kita dan mulai melihat secara jujur dan terbuka, apa yang merupakan passion dari si anak dan menomorduakan ambisi pribadi sebagai orangtua. Dan tentunya mungkin sudah tertebak bahwa tipe yang ideal adalah tipe Ibu 4. Ini adalah gambaran orangtua yang menyadari bahwa anak merupakan makhluk individu yang di bekali dengan 3P (potential: Bakat, passion: Minat, personality: Kepribadian) yang unik dan spesial yang membutuhkan atensi dan perawatan khusus dimana tidak bisa disamaratakan dengan orangtuanya. Anak kita adalah handmade products, bukan produksi masal. Oleh karena itu, kita harus pastikan adanya komunikasi yang luar biasa yang terjadi, dimana komunikasi ini memampukan kita untuk mengenali dan mengetahui hasrat terpendam dan keinginan terdalam dari anak kita, yang akan mendefinisikan siapa mereka dan apa yang akan membuat mereka menjadi sangat istimewa di dunia ini. Pride (Ambisi dan Rasa Bangga) kita sebagai orang tua memang tidak terelakkan, tetapi inilah salah satu tugas mulia kita sebagai orang tua untuk bisa menomorsatukan apa yang benar-benar menjadi passion dari si anak , bukan pride kita. Dengan beginilah, rasa bangga kita sebagai orangtua diposisikan di tempat yang benar, dimana pride ini menjadi salah satu motivasi terbesar untuk anak berkembang , karena sang anak bertujuan untuk membuat orang tuanya lebih bangga lagi dari sebelumnya. -JIMBO the Educator- Co-Founder & CEO of Tes Bakat Indonesia